Shop for Cheapo

Eco-Friendly & Affordable Tips to Maximize Our Life

Pages

  • Beauty
  • Fashion
  • Sustainable Living
  • Book of The Month
  • Vegetarian Journey
Do not copy without permission. Copyright to Diah Fara Dilla. Diberdayakan oleh Blogger.

Akibat resep ini wara-wiri di Instagram Reels, akhirnya aku penasaran juga buat coba. Resep Caramel Latte (yang katanya ala) Starbucks hemat yang bahan-bahannya bisa dibeli di Indomaret atau Alfamart.
 
Sebetulnya kalau dari harga menurutku enggak murah banget, sih. Aku beli susu Ultra Milk Karamel harganya Rp5.500, dan Nescafe Ice Black Rp7.000 jadi kalau ditotal habis Rp12.500. Mungkin harganya jadi mirip-mirip minuman merek Haus. Itupun belum harga dengan es batu. Mungkin kalau gelas dan es batunya harus beli, totalnya jadi Rp15.000, ya.

Waktu post tentang ini di Instagram story ada beberapa temanku yang rekomen pakai Nescafe Classic supaya lebih murah. Menurutku ini ide bagus sekali apabila kita meracik di rumah, karena rasa kopinya juga lebih strong dan bisa less sugar. Sedangkan apabila racik di luar rumah menurutku lebih enak dengan Nescafe Ice Black yang tinggal tuang.
 


Rasanya? Hmm.. Kalau kalian suka rasa minuman yang light, pasti suka dengan minuman ini. Rasanya menurutku enak, tetapi memang light. Rasa manisnya walaupun Nescafe Ice Black-nya sudah mengandung gula. Rasa karamelnya juga terasa. Aku sarankan pakai es batu sedikit saja supaya teksturnya nggak semakin cair.
 
Apabila kalian lebih suka rasa yang lebih strong, kopinya bisa diganti dengan Nescafe Classic, dan ditambah sedikit sirup karamel.
 
Sejauh ini aku puas dengan resep yang satu ini! Hehehe.. Kapan-kapan aku berniat coba resep Nescafe Classic dengan Frisian Flac Coconut Milk yang direkomendasikan juga oleh temanku.
 
Menurut kalian gimana dengan resep viral ini?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Setelah sekian lama ingin centil-centil pakai softlens, baru kali ini akhirnya kesampaian. Aku terakhir pakai softlens sepertinya tahun 2019? Kali ini juga beli softlens-nya lumayan mendadak karena aku harus review produk skincare. Lalu tiba-tiba merasa enggak pede kalau harus bare face, akhirnya aku memutuskan untuk akalin dengan menggunakan softlens. Hehehe.. Tumben ya ini lagi niat sekali.
 
Anyway, karena memang niatnya hanya untuk review, jadi aku kali ini pilih softlens yang harganya enggak terlalu mahal dan modelnya natural (supaya enggak jomplang kalau dipakai tanpa makeup). Tadinya aku sempat enggak terlalu perduli juga apakah nyaman dipakai dalam jangka waktu yang lama karena toh hanya aku pakai saat shooting video & foto. Akhirnya pilihanku jatuh ke softlens X2 Sanso Color warna Mocha ini.
 
Aku bel softlens X2 Sanso Color ini di Spex Symbol Official Store di Shopee Mall. Setau aku Spex Symbol ini distributor resmi brand X2. Namun, jujur saja aku kapok beli di store ini, karena proses pengemasannya super lama sekali. Aku selesaikan pembayaran di tanggal 20, produk baru diserahkan ke kurir tanggal 24. Padahal waktu itu aku sedang butuh cepat dan sengaja pilih toko ini karena lokasinya di Jakarta Pusat, jadi enggak terlalu jauh dari lokasi aku. Walaupun saat beli di sini aku dapat free product, tapi jujur saja aku cukup kapok.

Aku cantumkan link pembeliannya juga untuk referensi (tetapi aku enggak meyarankan untuk beli di sini)
X2 Sanso Color Varian Mocha
Rp90.000
Link


Oke jadi dari segi warna dia cukup terang, tetapi pas digunakan di mata itu sangat membaur dengan warna asli mata. Selain itu motifnya juga berbeda dengan New Look Wonder dan Zuhra Softlens yang pernah aku review sebelumnya. Natural sekali hasilnya. Ini beberapa foto yang aku ambil di dalam ruangan dengan pencahayaan lampu biasa dan di luar ruangan.



Dari segi kenyamanan, menurut aku lumayan oke. Mungkin karena mataku cukup sensitif, jadi aku masih sadar sedang pakai softlens. Namun, sebelumnya aku pernah pakai softlens merek lain yang lebih parah jadi ini tergolong cukup nyaman. Mungkin kalau sudah dipakai selama lebih dari 3 jam harus pakai obat tetes mata supaya matanya enggak kering. Oh iya, softlens X2 Sanso Color ini bahannya adalah silicon hydrogel dengan kadar air 55%. Selain itu mungkin cairan pembersihnya juga berpengaruh. Aku selalu pakai X2 Bio Multi Purpose Solution yang juga bantu softlens jadi lebih nyaman dipakai.
 

Sedikit info, mataku cukup sensitif untuk softlens, banyak sekali merek-merek softlens yang nggak cocok dan sangat enggak enak dipakai di mata. X2 juga salah satu merek yang sebetulnya aku hindari karena aku pernah punya beberapa pengalaman enggak cocok dengan softlens merek ini. Untungnya X2 Sanso dan X2 Bio menurutku lumayan cocok untuk mata sensitif seperti aku, mungkin karena bahannya silicone hydrogel? Jadi untuk softlens X2 Sanso Color ini cukup aku rekomendasikan untuk kalian yang juga punya mata sensitif.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Selamat hari Minggu.. Kalau kalian biasanya hari Minggu lebih slow atau tetap produktif? Kalau aku, pas di rumah saja enggak ada rencana keluar, biasanya hari Sabtu lebih gabut dan enggak ngapa-ngapain, sedangkan hari Minggu lebih produktif. Kalau hari Minggu produktif rasanya lebih merasa siap saja menyambut hari Senin yang sibuk hehehe..
 
Anyway, hari ini aku ingin sharing produk skincare yang sedang aku pakai belakangan ini. Karena beberapa waktu ini aku merasa kulitku lebih baik daripada biasanya, jadi aku putuskan untuk share produk-produknya di sini. Aku pakai produk-produk ini sekitar 10 hari (?) secara rutin dan hasilnya menurutku oke.
 

Aku share sesuai urutan foto saja, ya:
 
1. Vanav UP 6
Produk ini sebetulnya aku pakai karena lagi dalam proses membuat review di Instagram kantor aku, jadi aku lagi pakai rajin sehari 2 kali. Alatnya sendiri fungsinya itu membuat penyerapan skincare yang kita pakai semakin maksimal. Di alat ini ada teknologi Galvanic Ion dan 3D Vibration. Dia juga ada 6 mode dari Clean Up, Eye Zone, Moisture, Lifting, Mask, dan Vitamin C yang bisa kita sesuaikan sama jenis produk yang kita pakai dan kebutuhan kulitnya apa. Kalau aku sendiri paling sering pakai mode Vitamin C dan Moisture.
 
Yang aku suka dari produk ini, menurutku benar membuat skincare lebih menyerap. Biasanya kalau pakai produk skincare berlapis-lapis, wajah jadi terasa berat dan pliket, tetapi sejak pakai Vanav UP6 ini jadi enggak terasa pliket gitu. Lalu dia juga membuat wajah kelihatan lebih tirus instan setiap habis pakai karena ada getarannya gitu kan jadi puffy di wajah lebih berkurang.
 
2. Nacific Fresh Herb Origin Toner
Aku udah lama sekali rasanya enggak pakai toner karena enggak suka kalau pakai produk yang perlu diaplikasikan dengan kapas. Namun, akhirnya aku pakai juga karena merasa wajahku sedang butuh eksfoliasi ekstra (tetapi tetap lembut) karena komedo di wajah mulai menumpuk. >.< Setelah aku coba, memang lumayan sih wajahku jadi lebih lembut terutama di bagian hidung. Kulitku sebetulnya agak sedikit celekit setelah menggunakan toner ini, tetapi untungnya enggak ada kelihatan iritasi atau gimana. Mau aku lanjutkan sampai produknya habis. :) Oh iya, produk ini katanya juga bisa dipakai dengan metode toner wash. Aku sendiri aku belum pernah coba, tetapi terdengar cukup menarik.
 
3. Erha Acneact BHA & Ceramides Gentle Acne Moisturizer
Aku sudah lama sekali menggunakan pelembap ini, mungkin sekitar 3 bulan? Hahhaa.. Produknya enggak habis-habis. Namun, biasanya saat wajahku sedang ada jerawat atau agak iritasi aku pakai produk ini supaya kulitnya lebih tenang dan menguatkan skin barrier. Teksturnya lotion agak pekat dan cukup melembapkan. Oh iya aku suka menggunakan produk ini dengan Vanav UP6 mode moisture. Produk ini mengandung BHA, Granactive Acne, Ceramide Complex, Zinc Gluconate, Niacinamide, Allantoin, dan Bisabolol. Sekarang produknya sudah habis, tetapi aku enggak berniat untuk repurchase karena mau coba produk lain, hehehe.

4. Glowlabs Glo-C Serum
Aku cukup love hate dengan produk ini, karena jujur aku kurang suka dengan teksturnya yang kental dan agak lengket saat diaplikasikan. Nah karena teksturnya itu lengket, terkadang suka terasa kesat saat diaplikasikan dengan Vanav UP6 mode Vitamin C. Jadi aku harus pakai lumayan banyak di satu area wajah supaya wajahku tetap licin dan nggak kesat saat aplikasi dengan Vanav UP6. Alhasil produk ini sudah habis hanya dalam 2 minggu pemakaian.. hahaha. Isinya juga enggak terlalu banyak, sih hanya 20 ml.
 
Sedangkan untuk love-nya sendiri, aku merasa kombo Glowlabs Glo-C Serum dan Vanav UP6 ini cukup ampuh membuat wajahku lebih bebas masalah dan cukup glowing. Hanya saja aku enggak ada rencana untuk repurchase, hehe.
 
5. Bioderma Atoderm Lip Balm
Aku sebetulnya kurang suka dengan produk ini karena kurang melembapkan jika dibanding Lucas Papaw. Bisa lembap maksimal tetapi harus dipakai super banyak sampai bibir terasa super tebal dan licin. Alhasil produknya jadi cepat habis (ini bisa jadi poin plus sih karena lip balm aku sering kadaluwarsa hehe). Namun, dibandingkan harganya menurutku produk ini kurang worth it. Aku lebih rekomen Lucas Papaw untuk lip balm di malam hari.
 
6. Silcot Maximizer Cotton
Aku super menyesal membeli kapas ini. >.< Hiks.. Aku baru tau kalau kapas ini merupakan perpaduan dari pulp dan rayon yang mana enggak ramah lingkungan! Hahaha benar-benar lain kali aku harus teliti membaca komposisi sebelum membeli produk. *sigh* Namun, karena sudah dibeli jadi lebih baik aku pakai. Mungkin ada yang penasaran kenapa enggak pakai reusable cotton? Aku belum menemukan reusable cotton yang oke untuk aplikasi toner. Mungkin kalau ada yang punya rekomendasi boleh kasih tau di kolom komentar, ya. :)

Tambahan, karena beberapa produk di atas ada yang sudah habis, jadi saat ini aku mengganti dengan produk-produk berikut:
 

7. COSRX Lightweight Soothing Moisturizer
Aku punya versi mini karena dari trial kit. Teksturnya sendiri cukup ringan, dan lotion yang mudah dibaurkan. Untuk kulit kombinasi aku enggak membuat kulit cepat berminyak atau mengilap, tetapi enggak super melembapkan. Aku suka teksturnya karena enak saat diaplikasikan dengan Vanav UP6.
 
8. L'Oreal Revitalift Hyaluronic Acid 1,5% Hyaluronic Serum
Jujur saja aku dapat produk ini dari freebies event L'Oreal, tetapi tertarik aku pakai karena masuk ke kategori anti aging.. *uhuk* Maklum sudah waktunya pakai produk anti aging. :') Katanya produk ini menggabungkan dua jenis yaitu MacoHyaluronic Acid 0.5% dan Micro Hyaluronic Acid 1% dan bisa membuat kulit terasa kenyal.
 
Efek melembapkannya menurutku so-so, enggak membuat wajah langsung plumpy. Sayangnya yang paling aku kurang suka adalah teksturnya yang juga membuat wajahku lengket. Jadi kasusnya sama dengan Glowlabs Glo-C serum, produk ini juga aku harus aplikasikan super banyak supaya enggak terasa kesat saat dipakai dengan Vanav UP6.

 
Itu dia produk-produk yang sedang aku pakai. Sebetulnya kurang cleansing oil, face mask, dan sunscreen, tetapi itu skip saja ya karena enggak aku pakai setiap hari. Sedangkan untuk face wash sebetulnya enggak terlalu berpengaruh, hehe.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Selamat hari Rabu! Yaampun ini malam Kamis tetapi rasa malam Senin, ya.. Karena besok kerja lagi. Yuk semangat, yuk. Malam ini juga aku mau menulis singkat saja, mau kasih rekomendasi hidden gem di Bogor yang jujurly aku suka sekali tempatnya. Namanya itu adalah Lili Seduh Saji.
 

Aku tau tempat ini dari temanku untuk keperluan kerjaan kantor, dan saat cek Instagram mereka di @Lili_SeduhSaji aku nggak berekspektasi banyak karena dari review yang aku baca memang suasananya homey, tapi tempatnya lumayan kecil. Postingan mereka juga nggak banyak dan rata-rata angle fotonya itu-itu saja. Namun, Lili Seduh Saji ini tipe yang lebih oke in real life daripada di foto!
 
Lokasinya sendiri memang "hidden gem" dalam arti sebenarnya. Karena dia ada di sekitar perumahan, tepat di samping kiri Taman Malabar, Bogor (tepat juga di Belakang RS Siloam). Pokoknya kalau kalian mau ke sini, patokannya cukup Taman Malabar saja, nanti akan ketemu. Cuma tetap harus jeli nih karena kafenya sedikit nyaru dengan rumah yang lain. Poin plusnya adalah dia lokasinya bisa dibilang masih di tengah kota, dan saat aku cek juga lumayan dekat dengan Stasiun Bogor. Cocok buat yang suka naik kendaraan umum, hehe.

Kafe ini kelihatan nyaru dengan rumah yang lain karena memang menyatu dengan rumah pemiliknya. Posisi kafe-nya sendiri ada di halaman depan rumah dan nuansa serta interiornya itu mengingatkan aku dengan nuansa rumah-rumah jadul ala rumah nenek di Bandung. >.< Super cozy!
 
Satu poin yang membuat aku suka sekali dengan kafe ini karena banyak pohon-pohon besar dan tinggi yang membuat suasananya asri dan sangat adem. Kafenya full outdoor (cuma ada atap kecil) tapi sama sekali enggak terasa panas karena pohon-pohon yang rindang itu benar-benar menutupi hampir seluruh bagian atas tempat duduk. Karena lokasinya di dalam perumahan, suasananya juga teduh dan nggak bising. Dia juga ada tempat parkir motor, tempat parkir mobil di depan kafe (seperti kalau lagi parkir main di rumah teman saja), musala dan toiletnya, ya teman-teman.
 



Aku rasanya ingin sekali sering-sering main ke sini. Ingin pergi sendiri, lalu baca buku sambil menikmati oksigen yang melimpah di kafe ini, hahaha. Ini jujur saja salah satu tipe kafe favorit aku karena di Jakarta rasanya masih jarang ada kafe outdoor tapi yang rindang seperti ini. Rata-rata kafe outdoor setau aku masih mengusung konsep industrialis yang terkadang gersang dan nggak banyak tanamannya, atau paling ada tanaman di dalam pot, hehehe.

Untuk makanannya sendiri di Lili Seduh Saji ada finger food, makanan berat, dessert yang harganya sekitar Rp20.000-Rp35.000. Untuk minumannya menurutku lumayan mahal untuk standar kopi susu yang biasanya Rp18.000 di kafe lain, kalau di Lili Seduh Saji dibandrol Rp25.000. Lalu sayangnya di sini belum ada menu minuman plant based, jadi belum vegan friendly. Kalau vegan ya masih bisa lah pesan americano... wkwkwk (standar menu kopi kepepetnya si vegan) atau paling pesan yang non coffee, seperti teh atau soda.
 
Untuk kamu yang di bogor wajib sekali coba mampir ke Lili Seduh Saji ini. Opening hours nya Selasa - Sabtu, jam 8 pagi sampai jam 8 malam.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

Ada yang suka baca buku tipe memoir juga nggak di sini? Setelah pertama baca Eat Pray Love, lalu diteruskan dengan When Breath Becomes Air, Crying in H Mart, Born a Crime, dan Educated, aku baru sadar ternyata aku cukup klik dengan buku-buku bertema memoir. Akhirnya aku putuskan untuk coba baca memoir yang satu ini.
 
𝐖𝐡𝐚𝐭 𝐈 𝐓𝐚𝐥𝐤 𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐖𝐡𝐞𝐧 𝐈 𝐓𝐚𝐥𝐤 𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐑𝐮𝐧𝐧𝐢𝐧𝐠 - 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐤𝐢 𝐌𝐮𝐫𝐚𝐤𝐚𝐦𝐢

Sebetulnya aku pernah baca bukunya Haruki Murakami yang Norwegian Wood dan kurang cocok sama bukunya, hahaha. Mau baca bukunya yang lain jadi takut nggak suka juga karena temanya fantasi. Namun, entah kenapa aku nggak pakai pikir dua kali pas mau baca memoir-nya Haruki Murakami.
 
Jadi buku ini seperti judulnya, menceritakan pengalaman Haruki Murakami yang punya hobi lari, ikut beberapa pertandingan lari maraton. Selama ikut pertandingan itu banyak sekali insight-insight yang muncul. Lalu Murakami juga cerita sedikit tentang pekerjaannya sebelum menjadi penulis dan kebiasaan-kebiasaan yang dia lakukan saat menulis. Seru sekali rasanya tau proses di balik karya-karya seorang Haruki Murakami. Sebagai seseorang yang cukup interest dengan budaya Jepang dan juga bekerja di bidang konten dan kreatif, aku merasa cukup "terkoneksi" dengan apa yang dibahas Murakami.

Kalau aku baca bukunya, kelihatan sekali kalau Murakami tipe yang introvert, chill, dan wise. Walaupun tetap ada sisi ambisiusnya dan punya komitmen yang tinggi dengan yang ingin dicapai. Very inspiring!
 
Beberapa kutipan yang aku suka:
 
- Next most important thing for a novelist is, hands down, endurance. If you can concentrate on writing three or four hours a day, and feel tired after week of this, you're not going to be able to write a long work.
 
- As you age you learn even to be happy with what you have. That's one of the few good points of growing older.
 
- The end of the race is just a temporary marker without much significance. It's the same with our lives. Just because there's an end doesn't mean existence has meaning. An end point is simply set up as a temporary marker, or perhaps as an indirect metaphor for the fleeting nature or existence.
 
- One generation takes over from the next. This is how things are handed over in this world, so I don't feel bad if they pass me. These girls have their own pace, their own sense of time. And I have my own pace, my own sense of time. The two are completely different, but that's the way it should be.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Salah satu cobaan terbesar buat aku sebagai vegetarian adalah kopi susu! Karena jujur aja waktu awal-awal jadi vegetarian, minuman oat lokal merek Oatside belum dirilis. Jadi saat mau minum kopi susu enak, harus pilih antara:

1. Harganya mahal sekali karena susunya diganti pakai minuman oat
2. Rasanya nggak enak karena pakai minuman kedelai
3. Yasudah pasrah pakai susu sapi kayak biasa

Biasanya sih ujung-ujungnya aku lebih pilih opsi nomor 3 karena kan aku masih vegetarian jadi boleh minum susu (wkwk alasan padahal biar murah). Tetapi kadang aku pilih opsi nomor 2 kalau pesan kopi susunya di coffee shop tertentu seperti Kopi Soe. Karena dari pengalamanku, kopi soya itu rasanya nggak selalu enak dan sejauh ini yang menurutku paling rasanya paling oke cuma Kopi Soe Soya.

Nah, sayangnya sekarang aku mulai sensitif nih terhadap susu sapi soalnya kalau rutin minum susu sapi setiap hari, biasanya langsung muncul jerawat kecil seperti brutusan di kulit, hiks. Namun, untungnya ada produk lokal baru bernama Oatside!

Oke, yang belum kenalan sama Oatside, mungkin kalau lihat kemasan dan brandingnya sekilah mengira ini produk Jepang, tetapi ternyata produk ini asli Indonesia, lo. Produk ini memang selain mengincar pasar lokal, juga sudah merambah ke pasar internasional Asia, seperti Jepang, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan lainnya.

Namun, di postingan kali ini aku bukan bermaksud promosi minuman merek Oatside, hehe. Melainkan ingin memberikan perbandingan minuman Oatside dan Oatly, karena menurutku keduanya punya karakteristik yang sama. Setau aku juga banyak coffee shop yang awalnya menggunakan Oatly sekarang beralih menggunakan Oatside. Mungkin karena faktor harga juga, ya? Tapi apakah rasanya ikut dikorbankan? Yuk cek review-nya.
 



 
Oatly Barista Edition: Rp101.000 di Farmers Market Senayan City
Oatly Instagram
 
Oatside Barista Blend: Rp50.000 di Tokopedia Sukanda Djaya Home
Oatside Instagram

- Oatly harganya lebih mahal dibanding Oatside (bahkan kadang bisa 2x lipat)
- Oatside lebih gampang dibeli di supermarket lokal seperti Superindo, sedangkan Oatly aku baru lihat di supermarket impor seperti Farmers Market
- Dari komposisi mirip, tetapi Oatside menggunakan canola oil sedangkan Oatly menggunakan rapeseed oil dan ada tambahan vitamin B2, D2, & B12
- Keduanya mengandung gula.. hmm aku kurang ahli (please refer more from the picture below)
 
 
 
- Dari rasa, Oatside lebih creamy dibanding Oatly- Aroma Oatly sedikit lebih strong dibanding Oatside, tetapi keduanya nggak bau aneh-aneh seperti soy/almond
- Both of them are very great for coffee and milk tea, so tasty!
- Menurutku keduanya oke sekali dipakai sebagai alternatif susu sapi
- Saat diminum langsung (tanpa dicampur kopi atau teh), rasanya juga masih enak, cuma agak sedikit terasa "greasy"
- Oatside sudah mengantongi sertifikat halal MUI

Final choice, apabila dari rasa, aku lebih pilih Oatside. Menurutku pribadi, Oatly terlalu kemahalan padahal rasanya mirip-mirip.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Aku benar-benar bangga dengan produk lokal yang sekarang udah bukan cuma mementingkan kualitas, tetapi dari segi branding juga menurutku bagus banget dan enggak kalah dengan produk luar.
 
Jujur saja aku karena anaknya enggak pintar mix 'n match fashion items, jadi pernah suatu saat akhirnya memutuskan untuk pakai baju dari satu brand saja supaya style-nya enggak "blentang blentong". Karena suatu brand pasti punya style yang jadi ciri khas mereka, kan? Nah, aku udah ingin ikutin itu saja biar enggak pelu lagi mikir soal padu padan. Waktu itu aku memutuskan untuk pakai produk asal Jepang, Uniqlo karena aku suka dengan style-nya yang sederhana dan kualitasnya juga bagus. Kalau kamu pernah baca artikel aku beli baju preloved di Tinkerlust pun aku prefer baju dari Uniqlo karena aku sudah tau kualitasnya. Namun, sejak pandemi dan enggak bisa hunting ke offline store-nya, aku jadi kesulitan untuk beli baju. Hehehe. Waktu itu kebetulan Uniqlo belum buka online store mereka seperti sekarang.

Jadi, akhirnya, aku pindah haluan ke brand lokal yang based-nya sudah bisa diakses secara online. Setelah itu, aku sudah enggak lagi ingin pindah ke brand lain, dan sudah bye bye ke Uniqlo! Hahaha.. Karena setelah coba brand lokal ini kualitasnya bagus, harganya juga masih masuk di budget (pastinya lebih murah dari Uniqlo, apalagi saat sale dan selalu free ongkir), tema brand-nya pun oke sekali.

Sekarang aku semakin-makin cinta dengan produk-produk lokal dan setelah itu malah semakin banyak lagi menemukan brand lokal yang bagus-bagus. Jadi, sesuai judulnya, di artikel ini aku ingin merangkum beberapa brand lokal yang menurutku estetik dan segi kualitas juga oke sekali. Brand-brand ini baru sebagian kecil dari yang aku temukan, dan aku pilih yang memang sudah pernah aku pakai produknya.


1. Shop At Velvet
Instagram: @shopatvelvet
 
Aku tau brand yang satu ini sudah lama sekali sejak tahun 2010 kalau enggak salah, tetapi baru mulai coba-coba beli di awal tahun 2021. Yes, ini brand fashion yang aku sebut di pembukaan artikel ini. Aku baru tahu ternyata Shop At Velvet sering sekali mengadakan sale dan harganya menurutku jadi semakin ramah di kantong! Apalagi brand ini juga selalu memberikan gratis ongkos kirim tanpa minimum pembelian, jadi semakin enggak ada rasa bersalah walaupun cuma beli satu baju dengan harga diskon, wkwkwk (anaknya suka merasa bersalah kalau belanja banyak barang dalam satu kali check out). Teman-teman kantor aku juga rata-rata suka dengan brand yang satu ini karena memang kita bisa dapat kualitas oke dengan harga yang enggak mencekik.
 
Shop At Velvet juga punya koleksi untuk cowok dan sub brand Studio Now yang menyediakan lounge wear. Brand ini juga sudah melayani pemesanan ke Singapura, lho. Keren, ya.

Konsep brand-nya menurutku masuk ke minimalis kontemporer. Mungkin banyak juga brand fashion lain yang sama-sama estetik, tetapi menurutku Shop At Velvet punya ciri khas tersendiri. My favorite part, di Instagram, mereka sesekali sharing quotes dan entah kenapa quotes yang mereka sharing sangat terasa adem dan relatable. Definitely follow-able!


2. Chauan Tea
Instagram: @chauan.tea
 
Dalam ranah teh, walaupun bukan pakarnya, tetapi aku suka sekali dengan teh dari merek lokal yang satu ini. Saat pertama kali discovered brand mereka di Tokopedia, aku langsung kepo dengan Instagram-nya dan ternyata konsepnya juga super estetik dan memberikan kesan teduh dengan tone hangat yang senada. Harga teh-nya juga enggak terlalu mahal dan bisa dibeli dalam ukuran kecil untuk coba-coba. Dari brand ini juga aku kenal dengan butterfly pea tea, hehe. Aku sebetulnya juga sudah pernah tulis review beberapa varian teh mereka di artikel ini.
 
 
3.  Sand and Paper
Instagram: @sandandpaper_
 
Best discovery on 2021 karena jujur aku masih jarang menemukan brand lokal dengan desain yang simpel, minimalis, dan fokus di stationery. Aku sudah bahas lengkap kenapa aku suka sekali dengan produk dari Sand and Paper di artikel ini. Namun, bukan cuma produknya saja yang worth it untuk dibeli, tetapi akun Instagram mereka juga worth-to-follow.

 
4. Bymne
Instagram: @_bymne
 
If you need some zen moment, Bymne products will be great companion. Brand asal Bali ini terlihat sekali sangat concern dengan welness, jadi bukan cuma "branding" dan suka memberikan konten tentang balance life, cleansing, gratitude, affirmation, dan lainnya yang juga dikaitkan dengan ritual khas di Bali.

 Untuk kado, produk-produk Bymne sangat cocok sekali, terlebih mereka menyediakan kartu ucapan dengan tulisan tangan. Kemasannya juga sangat cantik dan minim plastik! Aku jadi ingat sudah lama sekali ingin coba koleksi dupa mereka. Beberapa ulasan lilin Bymne juga sudah pernah aku tulis di artikel berikut.


5. One
Instagram: @_______________one
 
One adalah salah satu brand yang membuatku mind blowing saat menerima produknya karena dikemas dengan sangat cantik dan sesuai namanya, One (of a kind). Sayang aku enggak punya foto yang proper, tetapi sampai sekarang card dari brand ini masih aku tempel di depan meja kerja sebagai dekorasi dan pouch-nya juga masih aku gunakan untuk menyimpan beberapa cincin. Semoga itu menjadi gambaran betapa cantik dan keep-able 'printilan' dari brand yang satu ini.
 
Untuk desain jewelry-nya juga sangat simpel, dan elegan. Dari segi harga memang bukan yang termurah dibanding merek lainnya. Kualitasnya sendiri menurutku cukup oke, kalau digunakan dengan proper (dalam artian dirawat, disimpan dengan baik, hindari kontak dengan produk skincare/kosmetik, dan lainnya). Punyaku agak pudar sedikit warna emasnya karena produk One memang bukan emas asli, melainkan gold plated sterling silver. Saranku lebih baik pilih silver jewelry mereka karena akan lebih tahan lama.

That's it! Semoga rekomendasi ini bisa sedikit memberikan informasi yang bermanfaat, ya.
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar

Ada yang suka menulis jurnal juga? Di artikel ini aku punya rekomendasi jurnal dari brand lokal yang tampilannya super estetik! Nama brand-nya itu Sand and Paper. Kalian harus cek akun Instagram mereka, @sandandpaper_. Aku juga sebetulnya baru tau brand ini beberapa waktu yang lalu, dari akun Instagram salah satu influencer, dan habis itu enggak berhenti kepo Instagram story Sand and Paper karena aku suka sekali dengan desain dan tema brand-nya.
 

Selain desainnya, yang paling aku penasaran dengan brand ini adalah karena mereka punya satu jenis jurnal yang menurutku unik banget, yaitu Gratitude Journal. Jurnal ini mengingatkan aku dengan The Five-Minute Journal yang selalu muncul di video YouTuber asal Korea, Ordinary-School, dan jujur aku ingin juga punya jurnal itu hehehe. Namun, sepertinya si The Five-Minute Journal ini belum ada di toko buku Indonesia. Aku lihat dia baru ada di Urban Outfitters dengan harga $24.95. Tapi sepertinya kalaupun masuk toko buku Indonesia, pasti harganya akan naik, sih.

 
That's why, ketika lihat Gratitude Journal dari Sand and Paper ini rasanya seperti wishlist-ku tercapai satu! Aku sudah mengincar sekali buku ini dan alhamdulillah pas sekali jurnal ini sampai di rumahku tanggal 1 Januari 2022 lalu sebagai kado dari teman-teman kantor. Oh iya, punyaku yang warna ivory.
 
Kalian pernah dengar tentang gratitude jar? Katanya supaya kita enggak lupa dengan hal-hal baik yang kita terima, kita bisa tulis hal-hal tersebut di kertas kecil setiap hari dan kertasnya dikumpulkan di dalam toples untuk kita baca di lain waktu. Dulu aku pernah melakukan ini waktu kuliah, tetapi kurang praktis, jadi sering lupa hehe. Nah, menurutku Gratitude Journal ini konsepnya mirip juga tetapi pastinya lebih praktis.

 

Di dalam bukunya sudah ada 190 halaman dengan guide apa yang kita harus tulis setiap harinya, pagi dan malam. Lalu jurnal ini juga fleksibel bisa kita isi tanggalnya sesuai waktu kita tulis. Di bagian belakang juga ada beberapa halaman untuk self reflection. Ukuran bukunya sendiri itu adalah A5.

Kualitas bukunya juga oke, dijilid dengan benang. Cover-nya dari kain dengan embos gold. Kertas di dalamnya menurutku lumayan bagus kualitasnya, tetapi masih agak terawang kalau ditulis dengan gel pen. Sejauh ini untuk printing di dalamnya-nya rapi, paling ada bagian date nya terlalu mepet ke atas, terus aku menemukan satu tulisan typo hehe. Lalu minusnya lagi mungkin  karena aku pilih warna ivory, jadi cover-nya sangat rawan kotor. Mereka ada pilihan lain warna sand, brown, dan black. Namun, aku pilih warna ivory supaya mirip dengan Five-Minute Journal, hehehe.


Gratitude Journal menurutku juga bisa jadi opsi untuk orang-orang yang lebih suka menulis singkat. Jadi, kalau aku pribadi Gratitude Journal dan diary pastinya punya fungsi yang berbeda, walaupun mungkin isinya beririsan. Ketika aku sedang ingin cerita selengkap-lengkapnya, tetap harus tulis di jurnal biasa.

Oh iya, produk-produknya Sand and Paper juga bisa banget dijadikan hadiah ke teman atau saudara, lo, karena packaging-nya super niat dan cantik! Di tokonya juga ada pilihan kartu ucapan. Untuk harganya sendiri, Gratitude Journal itu Rp299.000. Mereka juga punya planner dan notebook lain yang enggak kalah estetik desainnya, mulai dari Rp89.000 sampai Rp310.000.


 
 
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
konter pengambilan makanan seperti jendela
 
Happy new year! Mari mengawali awal tahun ini dengan series Vegie Festive yang kali ini cukup unik karena aku nggak cuma review makanannya aja, tetapi akan review sedikit tentang tempatnya, karena tempat yang satu ini isinya makanan vegan semua.. hehehe. Jadi kalau kalian di Jakarta, dan pengen nyobain makanan-makanan vegetarian yang nggak zonk, bisa mampir ke...
 
Mad Grass Collaborative Space & Cloud Kitchen
Cipete Selatan, Jakarta Selatan, ada di seberang SDN Cipete 1. 

Pas aku mampir kesana, tempatnya sendiri enggak terlalu luas, tetapi outdoor.. Jadi pastikan kamu ke sana pas lagi enggak hujan, ya. Namun, ini juga jadi poin plus selama masa pandemi seperti sekarang. Untuk pemesanan, kita diminta untuk scan QR code, lalu order dan melakukan pembayaran secara digital seperti kalau kita lagi pesan GoFood/Grab Food, tapi yang versi self pick up. Kalau pesanannya udah jadi, kita bisa ambil di counter. Jadi walaupun banyak tenant di tempat ini, tetapi pesan dan ambilnya tetap di satu tempat, makanya disebut sebagai cloud kitchen.
 
tempat makan dengan meja bulat di bawah pohon

pohon natal dari kardus oatly
 
Tenant-tenant-nya pun enggak kelihatan semua.. Di dalam Mad Grass cuma ada Mad Coffee dan counter untuk ambil makanan. Jangan dibayangkan seperti food court, ya. Tips juga, sebelum ke sana, lebih baik cek dulu website Mad Grass untuk tau tenant-tenant apa aja yang buka di hari itu, karena mereka enggak buka setiap hari.

Waktu aku ke sana, tempatnya sendiri masih sepi, mungkin karena pertengahan weekdays, ya? Jadi buat aku sendiri nyaman sekali untuk makan langsung di sana.

Menu yang aku coba ada dua:
 
cincau coconut milk dan mentai katsudon
 
- Kinkitsuya Vegan Mentai Katsudon Rp64.000
Rasanya menurut aku mirip dengan meat katsu biasanya, lembut di dalam dan crispy di bagian luar. Saus mentainya juga enak, creamy dan enggak pedas. Selain itu juga dapat salad dengan dressing olive oil (?). Satu porsi juga cukup mengenyangkan. Oia, info sedikit, aku kutip dari Instagram Mad Grass, katanya di dalam menu ini enggak menggunakan bawang jenis apapun, karena alasan spiritual. Hmm.. unik juga, ya?
 
- Cincau Cuan Cincau with Coconut Milk Rp28.000
Ini enak! Seger dan enggak bikin eneg walaupun pakai santan. Manisnya juga enggak berlebihan. Cincaunya juga teksturnya lembut dan rasanya enggak pahit. Tau kan, ada cincau warna hijau yang rasanya itu agak pahit? Nah, kalau ini enggak sama sekali. Enak sih menurutku, bisa jadi alternatif minuman dingin buat yang enggak suka kopi.

menu nasi madura disajikan dalam kemasan kertas

- Plantelicious Nasi Madura Bumbu Hitam Rp40.000
Kalau ini dagingnya crispy sekali dan cukup berserat. Teksturnya lumayan mirip dengan daging bebek. Kebetulan aku coba dengan nasi santan karena rekomendasi dari teman. Menurutku ini menunya enak sekali dan worth the price, untuk kalian yang vegetarian dan sesekali ingin makan "daging". Favoritku dari menu ini adalah sambal minyak hitam madura-nya! Super enak dan pedas!
 
Harga menu-nya sendiri memang masih di atas Rp30.000, mungkin masih kurang murah untuk konsumsi sehari-hari (I mean, 7 hari seminggu). Namun, termasuk affordable untuk harga makanan vegan, menurutku. Apalagi lokasinya di Jakarta Selatan. Bisa sih untuk sesekali mampir saat weekend, makan siang, atau saat sedang malas masak. Siapa nih para vegetarian yang suka bingung makan di mana pas weekend?
 
Aku masih penasaran pengen cobain kopinya kapan-kapan, karena kata temanku kopinya enak dan enggak berbau, padahal pakai campuran oat & soy milk. Aku sampai sekarang masih belum menemukan kopi plant-based yang rasanya cocok di lidah selain Kopi Soe Soya.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
 

When the weather is going cloudy, it's not only sweater weather, but perfect weather to read Harry Potter series, won't it? Hahaha enggak juga sih sebetulnya, tapi kemarin gara-gara nonton video review Agnes Oryza soal buku Harry Potter and the Cursed Child (yang ternyata belum pernah aku baca astaga >.<), akhirnya aku memutuskan untuk baca ulang semua bukunya sebelum tahun baru 2022. Terlalu ambisius enggak sih? Wkwkwk..
 
Apalagi tanggal 1 Januari 2022 di HBO ada perayaan Harry Potter 20th Anniversary: Return to Hogwarts, yay! Jadi harus banget baca bukunya dan nonton semua film-nya sebelum awal tahun. 

View this post on Instagram

A post shared by HBO Asia (@hboasia)


Yah, entah tercapai atau enggak tentang resolusi yang mengada-ada itu, tetapi aku enggak menyesal baca ulang buku Harry Potter. Maka dari itu, di segmen book of the month bulan ini aku ingin merekomendasikan salah satu bukunya, yaitu...
 
𝐇𝐚𝐫𝐫𝐲 𝐏𝐨𝐭𝐭𝐞𝐫 𝐚𝐧𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐒𝐨𝐫𝐜𝐞𝐫𝐞𝐫'𝐬 𝐒𝐭𝐨𝐧𝐞
 

Setiap ngobrol tentang Harry Potter tuh seperti mengenang kembali era childhood SD & SMP saat sedang heboh-hebohnya film Harry Potter. Dan karena setiap tahun pasti ada film baru, jadi selalu ada yang ditunggu dan pemain-pemainnya sendiri juga umurnya hanya beda 1-2 tahun lebih tua dari aku, jadi berasa masih satu generasi.
 
Awalnya aku enggak berniat menulis artikel book of the month di bulan Desember, aku berencana merampungkannya sekaligus di artikel best book of 2021. Namun, karena buku ini terlalu bagus, dan harus (wajib) masuk book of the month, akhirnya last minute aku putuskan untuk buat artikel ini.
 
Fun fact, judul awal buku ini adalah Harry Potter and the Philosopher's Stone, tetapi diganti namanya menjadi Sorcerer's Stone karena Philosopher's Stone dianggap kurang menarik dan sedikit kontroversial untuk pasar Amerika. Yes, buku ini memang 100% British karena J.K Rowling sendiri asalnya dari Inggris. 

 
Awalnya aku kurang pede baca buku versi Bahasa Inggris, karena takut banyak istilah magic yang aku enggak ngerti gitu. Memang sih saat baca aku juga merasa kalau banyak istilah baru dan buku ini tuh british banget jadi ada beberapa gaya bahasa khas british yang aku enggak familiar. Kadang kamus Kindle juga kurang menjelaskan jadi akhirnya aku harus pakai bantuan Google Translate.. wkwk tetapi enggak sesulit itu, sih. Mungkin karena aku sudah pernah baca buku versi Bahasa Indonesianya, ya?

Terlepas dari sudah hapal ceritanya, ternyata hal itu enggak mengurangi keseruan saat baca ulang bukunya, loh. J.K Rowling menurutku sangat brilian. Cara menulisnya enak sekali dibaca. Buku ini juga banyak humornya, jadi bukan buku yang serius atau dark banget gitu. Apalagi buku pertama masih fun banget ceritanya enggak banyak adegan berantem. Istilah-istilah "magic"-nya juga dijelaskan secara detil, jadi enggak membingungkan. Malah, di setiap seri, hal-hal dasar dijelaskan ulang just in case ada pembaca yang enggak ngikutin bukunya secara runut atau dari buku pertama. Misalkan kenapa Harry punya tanda petir di keningnya, kenapa Harry harus tinggal sama keluarga Dursley, dll. Mungkin kadang terkesan repetitive, ngapain sih dijelasin ulang terus menerus, tapi kalau aku merasanya ini bermanfaat. Intinya buku ini sangat bagus dan enggak lekang dimakan zaman.

Saat ini aku sedang on going baca buku keempat, tetapi yang paling memorable menurutku tetap buku yang pertama. Aku nangis saat baca bagian akhir buku ini! Haha.. Sama sekali enggak expect akan terharu sampai segitunya, sih, apalagi aku sudah tau ceritanya. Tetapi plot twist di bagian akhir sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing menurutku mengharukan sekali.
 
Not forget to mention the infamous scene saat Ron yang kesal karena dikritik sama Hermione di kelas Professor Flitwick pas belajar flying spell. Hermione dengan gaya bicaranya yang rada bossy ngomong:
"It's wingardium levi-o-sa, not leviosaaa".
 

Mungkin ini rekor pertama kalinya Kindle aku dipakai dengan durasi cukup intens selama berbulan-bulan setiap hari tanpa skip baca Harry Potter. Kemarin saat ke rumah sakit untuk check up kakiku pun aku baca buku ini selama menunggu. Jadi flashback saat aku rutin ke rumah sakit waktu SD dan operasi gigi tahun 2015 pun buku yang aku bawa adalah Harry Potter. This like my comfort (and never failed) book.
 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Perpustakaan di taman? Yes, yes sekarang ada perpustakaan kecil yang tersebar di banyak tempat! Say hello to Bookhive!

Aku senang banget akhirnya minggu lalu bisa mampir ke Bookhive di Taman Suropati. Aku udah sering denger tentang Bookhive ini di social media, salah satunya pas Agnes Oryza posting ini di Instagram.

Bookhive itu apa sih?
Nah, buat yang baru pertama kali denger, Bookhive itu wadah buat para pecinta buku saling share buku. Bookhive sendiri bentuknya seperti "lemari" kecil yang tersebar di beberapa tempat. Lemari ini diisi dengan buku-buku dan semua orang bisa ambil dan pinjam bukunya. Tapi, lemari ini nggak dijaga, tapi ada jam operasionalnya nih, yaitu jam 6 pagi sampai jam 6 sore. Selain itu lemarinya dikunci.



Bookhive ada di mana aja?
- Taman Suropati Jakarta
- Taman Menteng Jakarta
- Lapangan Banteng Jakarta
- Taman Cattleya Jakarta
- Taman Mataram Jakarta
- Taman Spatodhea Jagakarsa Jakarta
- Taman Situlembang Jakarta
- Jalan Cipunegara Surabaya

Yes, rata-rata masih di Jakarta. Tapi semoga kedepannya bisa makin banyak Bookhive tersebar ya. :) Aku sendiri senang banget karena Bookhive ini rata-rata ada di taman kota.

Kemarin aku sendiri berkunjung ke Bookhive di Taman Suropati. Jujur aja walaupun orang jakarta tapi aku jarang banget main ke taman kota, dan ternyata baca di taman tuh enak banget! Apalagi kalau kamu kayak aku yang sehari-hari jarang lihat pohon-pohon besar, ini seperti relaksasi singkat gitu.


Lokasi Bookhive di Taman Suropati juga gampang banget ditemukan dan kelihatan jelas. Aku kebetulan datang hari Selasa sore sekitar jam 4 sore dan suasananya lumayan sepi. Bookhive-nya sendiri sedang enggak kedatangan pengunjung lain selain aku sendiri, jadi aku cukup puas pilih-pilih bukunya.

Oh iya, buku di Bookhive boleh kamu pinjam untuk dibaca di tempat, atau dibawa pulang. Namun, saran aku sebisa mungkin ikut berpartisipasi sumbang satu buku juga ya. Saat menyumbang buku, kamu juga bisa menandai buku tersebut dengan stempel Bookhive. Kita juga bisa menaruh notes di pintu Bookhive, lo.



 
Untuk genre bukunya sendiri seperti perpustakaan pada umumnya, Jenis bukunya menurutku beragam. Yang aku lihat kemarin di Bookhive Taman Suropati, ada buku cerita misteri, fantasi, teenlit dan romance. Selain itu aku lihat juga ada buku anak-anak. Kemarin aku lihat memang sebagian besar buku cerita, jarang ada non fiksi. Tapi koleksi buku di Bookhive memang progresif tergantung sumbangan dan pinjaman, jadi mungkin saat kalian mampir di lain waktu jenis buku-bukunya sudah berubah.

Kemarin sendiri aku sebetulnya sempat naksir dan ingin pinjam satu buku karya Raditya Dika. Namun, mengingat aku sudah pernah baca bukunya dan kebetulan masih ada beberapa buku di rumah yang belum selesai aku baca, jadi aku skip pinjam supaya bukunya bisa dinikmati oleh yang lain terlebih dahulu, hehe.


Jadi kemarin aku enggak pinjam buku apa-apa dan membaca buku di Kindle sambil menikmati suasana taman kota sejenak. Bagi para pecinta buku menurutku wajib sekali coba baca buku di taman kota sambil mengecek Bookhive yang ada di sana.
 
 
 
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Older Posts

About me

Halo aku Dilla, tinggalnya di Jakarta

Blog ini isinya cukup gado-gado, seputar gaya hidup. Tetapi saat ini aku fokus pada gaya hidup minimalis, ramah lingkungan dan slow living. Aku berusaha "berkenalan lebih dekat" dengan setiap barang yang aku punya. Tapi aku bukan pakarnya, aku juga pemula.

Semoga apa yang aku tulis bisa memberikan manfaat, ya. Walaupun terkadang ada selipan sponsor di blog ini, namun aku berharap menulis tidak sekedar mengais, tetapi bermakna untuk sesama.

diah.fdilla@gmail.com

Popular Posts

  • Mengadaptasi Budaya Korea: Mencuci Sampah
    Aku sangat kagum dengan sistem pengelolaan sampah di Korea Selatan. Dari beberapa video yang aku tonton di Youtube, setiap rumah tangga puny...
  • Review, Tips & Trik Kindle E-Book Reader (Indonesia), Worth It or Not?
    Akhirnya aku pindah dari buku cetak ke buku digital! Aku sebenarnya mulai tertarik untuk pindah karena melihat e-book reader Crema Soundup ...
  • Pengalaman Belanja di MUJI Online Shop Indonesia
    Siapa dari kalian yang suka juga melihat barang-barang MUJI yang selalu terlihat estetik? Kalau aku sendiri apabila lagi mampir ke Grand Ind...
  • Foto Before After 28 Hari Pakai SK-II FTE, Apa Perubahan yang Aku Rasain?
    Cukup panjang perjalanan untuk membuat artikel ini. Namun, karena faktor penasaran akhirnya aku coba juga. Bagi para penyuka skincare pasti ...
  • Kesulitan Hanya Ada di Pikiran Kita
    Belakangan aku sering sekali membaca tentang konsep "kesulitan dan apa yang kita takutkan itu sebetulnya hanya ilusi pikiran". Mul...
  • Review Burger King Plant Based Whopper, Yay or Nay? - Vegie Festive
    Aku mau membuat segment baru untuk blog ini, yaitu Vegie Festive! Aku berencana untuk review satu menu vegetarian setiap bulannya. Yes, samp...
  • Minty Mint Trend
    Halo :D have a great day.. sudah akhir november begini sudah mulai masuk musim hujan ya. Seneng banget karna kalau hujan suasananya adem ...
  • Review 3 Pulpen Best Seller asal Jepang (MUJI, Sarasa, Kokoro)
    Saat menghadiri acara Facebook di tahun lalu, aku mendapat beberapa perangkat alat tulis untuk mencatat materi acara tersebut. Salah satunya...
  • Estee Lauder Double Wear Foundation Tawny 3W1 Review
    Happy Sunday! Hari ini aku mau review foundation yang klasik banget. Katanya sih foundationnya cocok banget untuk kulit berminyak dan daya ...
  • Review Scarlett Whitening Body Lotion Freshy (Wanginya Mirip Jo Malone!)
    Semenjak coba body lotion dari Scarlett Whitening, sekarang tujuan pakai body lotion bukan hanya supaya kulit menjadi lebih lembap, tetapi...

Translate

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ▼  2022 (9)
    • ▼  Juni 2022 (4)
      • Resep Viral Caramel Latte Ultra Milk Nescafe
      • Review X2 Sanso Color Mocha
      • Current Skincare Routine - Vanav UP6, Glowlabs, Na...
      • Kafe Super Homey yang Deket Stasiun Bogor! - Lili ...
    • ►  Mei 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (26)
    • ►  Desember 2021 (3)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  Agustus 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (4)
    • ►  Mei 2021 (4)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (2)
    • ►  Januari 2021 (4)
  • ►  2020 (54)
    • ►  Desember 2020 (5)
    • ►  November 2020 (3)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  Agustus 2020 (5)
    • ►  Juli 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (7)
    • ►  April 2020 (2)
    • ►  Maret 2020 (7)
    • ►  Februari 2020 (7)
    • ►  Januari 2020 (4)
  • ►  2019 (43)
    • ►  Desember 2019 (7)
    • ►  November 2019 (6)
    • ►  Oktober 2019 (6)
    • ►  September 2019 (7)
    • ►  Agustus 2019 (6)
    • ►  Juli 2019 (6)
    • ►  Juni 2019 (3)
    • ►  April 2019 (2)
  • ►  2018 (54)
    • ►  Desember 2018 (2)
    • ►  November 2018 (3)
    • ►  Oktober 2018 (5)
    • ►  September 2018 (6)
    • ►  Agustus 2018 (5)
    • ►  Juli 2018 (3)
    • ►  Juni 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (5)
    • ►  Februari 2018 (6)
    • ►  Januari 2018 (10)
  • ►  2017 (80)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (10)
    • ►  Oktober 2017 (7)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  Agustus 2017 (5)
    • ►  Juli 2017 (8)
    • ►  Juni 2017 (8)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  April 2017 (4)
    • ►  Maret 2017 (6)
    • ►  Februari 2017 (5)
    • ►  Januari 2017 (5)
  • ►  2016 (37)
    • ►  Desember 2016 (7)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (2)
    • ►  September 2016 (4)
    • ►  Agustus 2016 (5)
    • ►  Juli 2016 (6)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (2)
    • ►  April 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (3)
    • ►  Januari 2016 (4)
  • ►  2015 (34)
    • ►  Desember 2015 (2)
    • ►  November 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (2)
    • ►  Juli 2015 (1)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (4)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (6)
    • ►  Februari 2015 (5)
    • ►  Januari 2015 (10)
  • ►  2014 (50)
    • ►  Desember 2014 (6)
    • ►  November 2014 (8)
    • ►  Oktober 2014 (8)
    • ►  September 2014 (7)
    • ►  Agustus 2014 (4)
    • ►  Juli 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (4)
    • ►  April 2014 (3)
    • ►  Maret 2014 (1)
    • ►  Februari 2014 (2)
    • ►  Januari 2014 (2)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember 2013 (4)
    • ►  November 2013 (13)
    • ►  Oktober 2013 (3)
    • ►  September 2013 (5)
    • ►  Agustus 2013 (6)
    • ►  Juli 2013 (1)
    • ►  Mei 2013 (5)
    • ►  April 2013 (4)
    • ►  Maret 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (6)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember 2012 (7)
    • ►  November 2012 (4)

Readers

Indonesian Hijab Bloggers

Indonesian Hijab Bloggers

Indonesian Female Bloggers

Indonesian Female Bloggers

Indonesian Beauty Blogger

Indonesian Beauty Blogger

BEAUTIESQUAD

Warung Blogger

Warung Blogger

Created with by BeautyTemplates